Aku, Melati. Biasanya nama yang cantik itu, sesuai dengan kehidupannya, dan itu benar. Hidupku bahagia, itu dulu, dan beranjak SMA semua berubah.
Ayahku dulu seorang pengusaha terkena di kotaku, dan kau tahu? Segala yang aku butuhkan pastilah tercapai dengan cepat. Tapi, segalanya berbalik! Beranjak SMA usaha ayahku sangat kacau, perusahaannya bangkrut karena ulah sekretaris kepercayaannya yang ternyata sekaligus selingkuhannya! Gila, kenapa ibuku masih bertahan? Itulah cinta, mungkin….
Semua yang terjadi itu mempengaruhi gaya hidup kami, ayah stres dengan hutang yang semakin menumpuk, sampai-sampai ibu harus mencari pekerjaan lain untuk menyambung hidup, dan semua itu mau tak mau mengusik sekolahku, sehingga untuk dapat kuliah saja itu menjadi mimpi..
**
*Melati syg, jgn telat ya bsok jm 8 malm di t4 biasa
Itulah sms langganan yang tak pernah absen , datang 2 atau 3 kali dalam seminggu
*Okee
Huff, kurebahkan tubuhku yang lelah di kasur mungilku, kuliah! Kerja! Kerja! Kuliah! Semua membuatku lelahh!! Oh Tuhan, tetaplah aku agar kuat, semua ini harus aku jalani, meskipun tak sejalan dengan hati nurani, semoga semua ini berakhir ketika aku sudah mendapatkan pekerjaan yang lebih layak, huff… berdehem… tak terasa mataku berkaca-kaca, ketika teringat kisah 3 tahun silam..
“Mel, kamu mau kuliah di mana?” Tanya Mei, sahabat karibku di SMA dulu, di SMA 14 Yogyakarta.
“Hhmm” hanya senyum manis yang terlontar
“Lho kok malah senyum aja?” Tanya Mei lagi
“Kamu tahukan Mei, kondisinya sudah berubah, untuk sampai lulus SMA saja, alhamdulilah, kenapa sampai berfikir kuliah?”
“Mel, kamu pasti bisa kuliah, aku percaya, kamu pintar Mel?” membujuk
“Mei,…- belum tuntas berbicara, datang Rini, si wanita yang terjail di SMA 14.
“Ha? Kuliah? Mang bisa ya kamu kuliah Mel? Bukankah perusahaan ayahmu itu yang bosnyaaa..? eemmm…?”
PLAK.. Tamparan itu berbunyi nyaring, sebuah hadiah yang diberikan Mei pada Rini.
“Dasar, mulut comel!!” bentak Mei.
Sejak saat itu dalam diam dan berlari dari kelas terucap janji bahwa aku harus kuliah, apapun itu caranya!
**
Kampusku memang bukan kampus favorit, tapiii ada sesuatu yang menarik di sana, sesuatu yang ternyata mampu membuatku semangat untuk kuliah, dia, Arga, penyemangat hidupku, sosok yang terkadang begitu aku inginkan, aku suka dia, mungkin juga mencintainya, huff, bullshit!! Siapa aku? Tentangnya seakan memudar ketika aku semakin sadar, siapa aku sesungguhnya, berharap dia adalah dosa, mendapatkannya adalah malapetaka, ya aku hanya debu yang tak penting untuk sebuah rasa suci. Itulah sedikit tentang cintaku, selebihnya tentang pekerjaanku dan kuliah yang monoton, tapi semua terpaksa harus aku jalani, meskipun pahit….
**
“Terima kasih, om.” Ucapku pada pelanggan lama
Hhmm, uangnya sedikit untuk kerja hari ini, bathinku…
“Assalamualaikum”
“Waalaikumsalam,” Suara dari sebrang sedikit berlari
“Mel, kok baru pulang? Biasanya jam 9 malam dah pulang, sekarang udah jam 11 malam lho Mel.” Tanya ibu dengan sangat khawatir.
“Maaf ibu, tokonya tadi rame, terus pegawainya ada yang gak berangkat, jadi tadi sedikit repot, sampai-sampai akupun lupa gak ngabari ibu, Mel tidur dulu ya bu, capek.” Sambil mencium pipi ibu agar tidak khawatir, sambil berjalan menuju kamar lalu menyeka air mata yang hampir menetes.
“Mel, jangan lupa sholat.”
“Iya bu.”
_ Tuhan, lindungi ibuku, berikan petunjuk pada ayahku, cintailah keduanya, amiiinnn_
Menangis, dalam doa yang sama dengan doa-doa yang kemarin, kemarin, dan kemarin....
“PLAK! Sudahlah bu, jangan buat ayah tambah emosi dengan pertanyaan gak penting itu!” teriak ayah
“Ayah, ibu hanya bertanya, kenapa sering minta uang? Dan kenapa selalu pulang larut?” isak ibu
“ya kerjalah bu, emang ngapain? Ya nanti jugakan kalau ayah berhasil membayar hutang-hutang perusahaan uang ibu juga kembali, sudahlah, ayah muak di rumah!”
BRAK… suara pintu di banting.
Jika sudah begini, aku hanya mampu menangis disela istirahatku, bersama bantal dan guling yang setia kutumpahi titik-titik air mata, dengan musik-musik inilah aku hidup, dengan uang-uang yang mengalir dari 1 pelukan ke pelukan lain, TERSERAH!!! Terisak…
**
“ibu, ayah di mana?” tanyaku ketika sarapan bersama ibu
“Lembur, jadi gak pulang Mel.”
“O”
Begitulah jawaban akhir yang aku sukai, o… sebuah jawaban yang aku tegaskan dan ibupun tahu bahwa aku tidak butuh lagi jawaban atas pertanyaan dari pembicaraan ini.
“Aku berangkat bu, “ sambil mencium tangan ibu
“Nanti Mel, uang sakumu.” Berlari kecil mengambil uang untukku.
“Ibu, simpan saja uangnya, aku baru gajian kemarin, jadi belum butuh uang lagi.” Sambil tancap gas dan hilang..
Ayah… kelak atau kapankah aku bisa merasakan hangatnya kasihmu itu lagi? Menangis..
“Kau tak butuh cowok Mel?” dini membuyarkan lamunanku setelah selesai kuliah biomedik pagi ini.
“Ha? Cowok?” Sebenarnya butuh Din, tapi gak mungkin, toh aku sudah hidup bersama bermacam-macam cowok dalam waktu yang singkat, bathinku.
“Kau cantik Mel.”
“Sudah ada kamu Din, jadi aku belum butuh lelaki.” Lelaki hanya aku kubebani saja Din. Senyum dan berlalu..
SEMESTERAN
Aku butuh uang, berfikir dan berfikir, hal inilah yang membuat aku menjadi semakin benci dengan hidup yang aku jalani.
“Minta ibu? Gak mungkin, uang dari warung saja dah cukup buat makan? Gak mungkin.” Berfikir keras.
*Riz, butuh uang, ada job lg gak?
*Ada, tp ini udah tua, mau?
*:D :D, aku butuh uang Riz, gpp, mksh ya.
*Oke
Untuk hari ini, aku malas bertemu pelanggan baru atau lama, tapi tidak! Kalau tidak begini, aku gak akan dapat uang, hhmm, sambil menghela nafas panjang, berkaca dan menyeka air mata. Arga, aku menyukaimu, aku mungkin mencintaimu, dengarkah kau bahwa jiwa kotorku ada sekeping hati yang tulus untukmu, sambil menyeka airmata, maafkan aku ya Allah, begitu banyak dosaku, maafkan aku.
“Ibu, Melati mau kerja, tapi kayaknya lembur jangan ditunggu ya.” Pesan terakhirku.
“Hati-hati ya Mel, jangan lupa bawa jaket.”
“Ibu, ayah ke mana?”
Hanya senyum
“O,” jawabku sambil mencium tangan ibu. Terasa berat untuk melangkah hari ini.
“Assalamualaikum.” Salamku dan berlalu
“Waalaikumsalam.”
**
*Om aku dah di Hotel
*Oke
Ibu, maafkan aku, menyeka airmata, Arga… Ayah… Semua bayangan orang-orang terkasih semakin jelas, huff.
Tok…Tok…Tok…
“Iya, om.. Ayah!!!” mencoba menutup lagi pintunya, tapi sayang ayah lebih kuat.
“Mel, buka.” Dan aku terdorong, aku beranjak berdiri.
“Ayah, ayah, kenapa di sini? Jadi ayah seperti ini kalau gak pulang, ayah menghianati ibu, ayah?”
“Plak! Kamu kenapa Mel jadi begini? Kenapa?” sambil menarik tanganku.
“Lepas ayah, lepaskan aku, dan tampar lagi aja ayah! Biar puas!” teriakku, lalu beranjak mengambil tas dan jaket.
“Mel, kamu mau ke mana?”ayah mulai menghadang
“Ayah, bukan begini caranya, jikapun kita sudah bangkrut, bukan berarti ayah berubah mencintai ibu dan aku, ayah tak seharusnya menuju tempat terkutuk ini. Aku menjadi seperti ini juga karena ayah!” mendorong ayah dan keluar dari kamar hotel.
Entahlah, aku tak peduli dengan tatapan mereka yang ada di Hotel, aku hanya ingin berlari… Ibu, aku merindukanmu, merindukan ketika kita sujud dihadap-Nya, meskipun tanpa ayah, aku rindu masakanmu walaupun kita makan tanpa bersama ayah, aku merindukan pelukanmu ketika aku mendapat nilai bagus, meskipun tanpa dipeluk ayah… Arga… Aku merindukanmu pula, huhuhu.. berlari hingga tanpa disadari mobil sedan dari arah berlawanan dengan cepat menuju ke arahku.. Aaaaaaa, ibu… aku mencintaimu, kurasa damai, ketika melepas hidup kotorku dan mendapatkan siksa pedih-Nya, Tuhan… ampuni ayahku dan lindungi ibuku, menutup mata..
**
BRAK, bingkai foto Melati terjatuh di ruang tamu, dan mengagetkan istirahat ibu yang tetap setia menanti Melati dan Ayah pulang.
“Mel, jaga diri baik-baik ya, di luar dingin dan rawan, besok ibu masakkan sayur kesukaanmu, jangan lupa sholat ya Mel. Ayah, semoga kita bisa seperti dulu lagi.” Ucap ibu lirih sambil membersihkan pecahan kaca bingkai, lalu gelap ketika Ibu mematikan lampu dan beranjak tidur kembali..
Gelap, segelap mata hati Ayah, segelap jalan Melati, dan gelap…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar