Rabu, 21 Maret 2012

Butuh Judul

Oleh : Yeyen Rulyan
21 Januari 2012


Bersama malam yang menggelap, kengerian menjadi nyata, cinta sebatas nafsu, kasih sebatas teman sepi dan sayang hanya pengisi perut kosong.
            “Huff.” Desah nafasku serasa memberat, kelamnya hidup seakan menjadi sosok yang paling setia, bersama mereka dunia terasa kejam.

Jakarta……
            Sudah 2 tahun aku berjuang hidup di Jakarta, tinggal di rumah saudara dari ibuku, mbak Armi dan anaknya  Nia. Beruntung menemukan mereka di kota Jakarta yang terkenal kejam, mereka baik dan sayang padaku.
            Jakarta, aku bekerja sebagai pegawai di swalayan, pekerjaan yang terbilang sedikit bisa menghidupiku di kota ini, sesuatu yang kadang lebih menjanjikan ketika ada pelanggan menawarkan bayaran lebih dari biasanya.
            Ternyata hidup tak selamanya harus halal! Lalu bersama mereka, aku kenal kejamnya dunia,hal itu kadang  membuat aku lupa pada sosokmu, Arga…

            “Mbak Anti?”
            “Iya Nia, ada apa?” ketika Nia sudah ada di depan kamar tidurku yang tidak jauh dari kamarnya.
            “Mbak, ada titipan surat dari Yogya.”
            “Surat? Oh iya, terima kasih ya Nia.” Ucapku sambil malas-malasan untuk meraih surat yang sudah berpindah dimeja riasku. Kubuka sampul surat berwarna biru langit,
            “Ah, ada ya zaman sekarang masih kirim surat? hhmm”

Deg… Ketika membaca nama pengirim surat biru langit yang sudah berada di tanganku,
 “Kupikir kau sudah tak ingat aku Ga,” sambil membuka surat yang terdapat satu lembar tulisan tangan bukan ketikan, tulisan yang tak berubah tapi sedikit mampu dibaca.

To : Anti….

Anti….
Sebelumnya maafkan aku atas kelancanganku mengusik kehidupanmu lagi..
Namun entah dengan cara apa lagi aku bisa berbicara denganmu, setelah kepergianmu ke Jakarta,saat itu pula kau benar-benar pergi dalam kehidupanku.

Tak ada kabar yang datang tentangmu, no. hpmu juga ganti, aku benar-benar kehilangan jejakmu, jejak yang mengabur karena hujan yang semakin erat dan setia menemani hari-hariku hingga kini.

Beruntung  akhirnya aku bisa menemukanmu, semua ini berkat Mia, sahabatmu itu yang mungkin iba melihatku serasa dihinggapi perasaan bersalah, dia memberikan alamatmu, tapi tidak memberikan no. hpmu, yaa aku bisa maklum…

Anti…
Aku sadar kepergianmu bukan karena kerja, aku tahu itu, aku paham siapa kamu..
Maaf,  jika ternyata kamu berfikir aku hanya menganggapmu sebagai pelarian dari cintaku saja. Dan itu benar Anti, aku memang tak bisa jika hidup tanpa Naila, meskipun kadang aku mengharapkanmu lebih…

Anti…
Kedatangan suratku tidak hanya ingin meminta maaf, atau sekedar mengetahui kabarmu, tapi semoga kamu ada ikhlas ketika aku memulai kehidupan baru bersama Naila. Anti, semoga kamu selalu sehat dan semakin lebih baik, amiiinnn :) 
Aku tak akan pernah melupanmu. Aku merindukanmu Anti, sangat….

Kubaca pula undangan pernikahan yang terselip di suratnya Arga

Arga dan Naila tanggal 20 Januari 2013

Aahh… Kurebahkan tubuku yang lelah, sudah lama aku tidak menangis, mengingat tentang Arga secara rinci, tentang anehnya… Cueknya… Perhatiannya… Jaimnya… Semua mengendap menjadi satu, mendatangkan tangis yang ternyata  sudah mengering.

            “Mau nikah denganku?” ajak Arga ketika kita sedang makan mie magelangan.
            “Haaa?” dlongop.
            “Hahahaha, kamu itu lucu ya? Udahh… jangan terlalu dipikirkan tapi, yuk berbenah?” ucapnya  mantap.
            “Lalu Naila?” tanyaku ragu.
            “Kita tak mungkin bersama, aku menyerah, dan tak berharap lagi.”
            “Okeee, ajang motivasikan? Siippp siiiaaap!” jawabku mantap pula

Hari-hariku semakin berwarna, indah dan ternyata…..
            “Anti…” ketika Arga menelponku di tempat kerja
            “Iya, ada apa?”
            “Naila..”
            “ Iya, Kenapa?” buruku
            “Kita kembalian.”
            “Bagus itu, jika kaupun masih sayang.” Dengan sangat getir
            “Lalu?”
            “Hahahahaha, apa? Lupakan rencana kita, toh itu sekedar ajang motivasi sajakan? Selamat ya?” mencoba tegar
            “Kau baik-baik sajakan?”
            “Sangat.” Melemah
            “Terima kasih, Assalamu’alaikum.”
            “Wa’alaikumsalam”
Tak ada lagi sambungan telpon, lalu kukirim pesan singkat pada Arga
          - Ciee, selamat ya, dan semangat !!
          - Makasih :)

Sesampainya di kost, kukemasi semua barang-barangku,
  “Sudahlah aku harus pergi. Untuk apa di sini! Mengadu nasib yang ternyata tidak merubah nasib! Aku benci kamu Ga, aku benci! Jika ada dia kenapa kau hidupkan bunga-bunga cinta di hatiku?” Berkemas untuk pergi esok…

Ternyata Arga tau kepergianku ke Jakarta, dan dia menyusulku ke Lempuyangan.
  “Anti, ada apa denganmu? Kenapa tiba-tiba mau pergi ke Jakarta?” Tanya Arga ketika menemukanku di kursi tunggu.
  “Ada tawaran kerja yang lebih baik di sana.”
  “Kenapa tiba-tiba begini?” buru Arga
  “Maaf Ga, aku takut terlambat.”
    “Kamu bohong.”
    “Udahlah Ga, ada apa dengamu? Biarkan aku menemukan kehidupan baruku, meskipun sulit dan terpaksa.”
    “Singkirkan semua bila tak kau inginkan1) dan tetaplah di sini.” Bujuk Arga.
          “Dan berhentilah memberikan harapan-harapan kosong padaku Arga, lupakan aku Arga”
Menahan diri untuk tidak menangis, dari perpisahan yang sangat menyakitkan.

        “Maaf Arga.” Lalu masuk ke kereta yang hampir berangkat, Arga hanya mampu terpaku tiada kata-kata  yang mampu terucap, mengejarpun serasa tak mampu.

            “Cintamu membuat aku menjauh, sedalam apapun perhatianmu terhadapku, di hatimu hanya  ada Naila, lalu salahkah jika aku pergi? Aku hanya tak ingin terluka dan menyakiti dia lagi….” Ucapku dalam hati
Keretapun melaju pelan, pelan, cepat dan hilang…..


Kenangan terakhir bersama Arga terlukis kembali…

Semoga kau bahagia Arga. Kemudian kusimpan surat serta undangan, ditempat yang tak mungkin terjangkau dan mencoba lupa hingga pagi menjelang..

            Berhari-hari aku lebih suka melamun, tidak kerja, lebih banyak berdiam diri di rumah. Terkadang menyiram bunga yang sudah disiram  mbak Armi, mengepel lantai yang sudah dipel mbak Armi.
            “Mbak, ajari Anti  masak ya?” Ketika menemui mbak Armi di dapur.
            “Boleh, ayo mbak ajari masak.” Ucap mbak Armi heran.
Dulu Arga selalu bilang wanita itu harus bisa memasak, meskipun gak enak tapi percayalah akan ada kenikmatan tersendiri.

          “Mbak, Nia kemana?” tanyaku ketika sedang menyantap makanan yang kumasak tadi.
          “Dia lagi belajar kelompok di tempat temannya.”
         “Oh.”

Setiap malam aku mulai sering duduk sendiri di teras rumah, memandang bintang-bintang, melihat orang laku-lalang, kadang aku berfikir ingin pindah tempat kerja, kerja yang lebih baik, yang lebih halal, memulai kehidupan yang baru, aku juga ingin seperti Arga, menikah dan mempunyai keluarga kecil. Dalam kesendirian itu tak jarang harus membuatku menangis lagi.. Rindu Arga yang melarangku pake celana ketat.

         “Pesen, pake rok panjang yaa, atau celana panjang longgar, terus jilbabe lebar, kaya kemarin waktu makan itu, kamu terlihat imut kalo gt,”
        “Uuhh, itu karena kehabisan baju biasanya.”
        “Ya udah sekarang dibiasakan pake kaya kemarin.”
        “Nyiksa tau.”
        “Gak, malah bagus.”
        “Uh, iya.”
        “Hahaha bagus, hehehe.”

Diam-diam aku mulai mengambil jilbab yang terselip jauh di lemari bajuku, kukenakan jilbab orangeku dan kupandangi wajahku di kaca dengan  balutan jilbab itu. Mengingat Arga lagi ketika dia marah-marah melihatku tak mengenakan jilbab di tempat kerja.

       “Kenapa lepas jilbab?” Tanya Arga ketus
       “Pengen, baguskan?” ejekku
      “Jelek, dan aku gak suka.”
      “Biarlah.”
      “Ya sudah, terserah kamu. Aku gak peduli.” Dan pergi meninggalkan aku
       “Arga.” Teriakku, dan tak diindahkannya

Hhmm, kubenahi jilbab orangeku, Ya Allah, aku manis juga ya kalau berjilbab gini? Ucapku lirih.
       “Iya mbak, manis, lebih menarik.” Ucap Nia ketika dia sudah di depan kamarku.
       “Hehehe makasih Nia.” Nia hanya senyum dan pergi, membiarkan aku sendiri…


Subuh ini aku tak biasa bangun lebih awal, biasanya jika gak dibangunin Nia untuk subuhan, aku akan bangun jam 7 pagi. Tapi tidak untuk hari ini, aku terbangunpun bukan karena sakit perut seperti ketika makan sambel, aku hanya ingin bangun lebih pagi.
Kudengar lantunan ayat-ayat suci alqur’an, itu mungkin Nia sedang mengaji, kadang kututup telingaku agar tak mendengar suara itu, tapi tidak kali ini, kupilih untuk mendengarkan suara itu, mendengar dan aahh terasa mengena di hati, lagi-lagi harus teringatkan pada Arga..

       “Perutku sakit Ga, makanya bisa balas smsmu.”
       “:D :D. alarm alaminya pas jam subuh,”
       “Uuh gak seru tau!”
       “Udah sana sholat terus ngaji.”
       “Sholat aja, terus bubu’”
       “Ngajiii.”
       “Iyaa.”
Padahal setelah sholatpun langsung tidur, tidak mengaji…

Entah mengapa akhir-akhir ini aku begitu cengeng, tangisku semakin menjadi ketika teringat salah-salahku, kelalaian dan besarnya nikmat yang tidak aku syukuri. Aku ingin kembali, dan tanpa sengaja tangisku mengagetkan Nia yang selesai mengaji..
     “Mbak ada apa? Kenapa menangis?” Tanya Nia heran
     “Maaf Nia menggetkanmu, mungkin saja mbak tersentuh mendengarmu mengaji, maaf ya.
     “Ya udah mbak sekarang wudhu sholat terus ngaji, ya?” bujuk Nia
       “Ok.” Dan aku beranjak buru-buru untuk wudhu dan sholat..


Dear Arga…
Arga, suratmu sudah kuterima, terasakan sesak itu kembali menyapa, mengulang lagi kisah antara kau dan aku. Menyelipkan sedikit sesal karena ternyata kamu masih sangat hidup di hatiku.

Arga, semoga kau bahagia bersama Naila, dan memang kau harus merasakannya, sebuah kebahagiaan yang sudah lama kau impikan…

Kau tahu? Setelah kau benar-benar tak memilihku, aku merasa sangat sakit dan bahagia, kau mengajarkan tentang arti bahagia yang sesungguhnya, bahagia yang sebenarnya, memaknai arti hidup ketika semua mungkin sudah terlambat.

Terlambat, karena aku mengabaikan kebaikan-kebaikanmu yang tulus
Terlambat menjadikan hidupku lebih berarti bagimu dan bagiku
Dan terlambat untuk bisa mempertahankanmu…

Kupercayakan bahwa inilah yang terbaik jika kau bukanlah untukku..

Arga, aku mungkin lupa untuk berdoa pada-Nya, sebuah doa untuk menguatkanku, merelakan mengucapakan “selamat menempuh kehidupan baru, semoga seorang yang kau nanti, yang aku cinta, yang akan mendampingimu adalah yang terbaik dan terindah untukmu. Seorang yang membawa cahaya suci dalam hidupmu, memberikan percikan kasih sayang yang mungkin saja yang tak akan kamu dapat jika bersua denganku…”

yaaa, seharusnya aku berdoa seperti itu bukan? Tapi mungkin, aku benar-benar lupa.. sehingga ketika datang kabarmu kala itu adalah berita buruk bagiku, meruntuhkan tegarnya rapuhku, namun…

sudahlah, semua  sudah terjadi, kinipun aku sedang belajar,
belajar lupa menyukaimu, sehingga benar-benar lupa pada siapa aku begitu suka
belajar lupa merindumu, sehingga benar-benar lupa pada siapa aku bgitu rindu
belajar lupa pada pelukan terakhir, sehingga benar-benar lupa pada siapa aku merasa nyaman dipeluk
belajar lupa cembru dan membenci, sehingga aku benar-benar lupa pada wanita mana aku begitu cemburu dan benci..
mencoba melupa…

Haruskah aku  lari dari kenyataan ini, pernah ku mencoba tuk sembunyi senyummu tetap mengikuti 2).
Sehingga pada akhirnya memang benar  tak akan ada penghapus yang mampu menghapus memori itu..

terkadang
Arga, terakhir kalinya kututupkan beberapa baris ilrik lagu, mewakil penutup suratku untukmu, penjelas yang lebih bermelodi..
Dan terakhir sekali aku ingin jujur bahwa
Kubutuh dekat denganmu 4)


Bersama Bintang - Drive
senja kini berganti malam
menutup hari yg lelah
dimanakah engkau beradaaku
tak tahu dimana
pernah kita lalui semua jerit, tangis, canda, tawa
kini hanya untaian kata
hanya itulah yg aku punya

reff:tidurlah selamat malam
lupakan sajalah aku
mimpilah dalam tidurmu
bersama bintang
sesungguhnya aku tak bisa
jalani waktu tanpamu
perpisahan bukanlah duka
meski harus menyisakan luka

Kulipat surat bersampul hijau, kurapikan dan tak pernah kukirimkan pada Arga, surat itu tergeletak dengan di rak buku-buku bacaanku, surat cinta yang dibatalkan itu menjadi bisu
            “Biarlah semua ini menjadi rahasia.” Ucapku lirih dan terlelap damai







Referensi
1) Lirik lagu Tipe-x - Mawar Hitam "http://liriklaguindonesia.net/tipe-x-mawar-hitam.htm
2) Lirik lagu Iwan Fals - Yang terlupakan
3) lirik lagu Drive - Bersama bintang "Source: http://liriklaguindonesia.net/drive-bersama-bintang.htm#ixzz1lauZXeRy
4) Lirik lagu Iwan Fals - Entah "http://musiklib.org/Iwan_Fals-Entah-Lirik_Lagu.htm


Terima kasih untuk pihak-pihak tertentu yang memperlancar terbitnya cerita pendek ini :)
Sepertinya susunan kataku berantakan, maafff

Tidak ada komentar:

Posting Komentar